Minggu, 16 September 2018

Ode untuk Senja yang Terus Bercahaya


Hanya kata
yang menjembatani waktu
kita sendiri tak menyadari
sudah sejauh mana kita melangkah pada jembatan itu
hingga ada di antara kita yang berhenti, dan yang lainnya mengikuti
untuk menatap langit, mengukur dalam benak
sudah berapa jengkal waktu yang telah ditapaki

Aku tahu, kini aku tak hanya sekedar mengetuk-ngetuk pintumu
lalu memintamu untuk membukakannya dan mempersilakanku untuk masuk
tak sesederhana itu
karena maksudku bukan hanya untuk duduk,
menyeruput secangkir teh, bertanya kabar untuk berbasa basi,
kemudian lekas pulang ke rumah


Sudah sewajarnya semesta berhenti berdetak
kala bayangmu melintasi bintang-bintang yang membentuk sebuah rasi
dalam Bimasaktiku
seperti sewajarnya bumi meminta hujan pada langit
karena mawar enggan tumbuh di tanah yang tandus
sewajarnya aku berharap hari menjadi cerah
setelah hujan turun
sewajarnya pelangi terbit
selepas hujan menari, meliuk bersama semilir angin

-Raira, 30 September 2015

 
(Sumber gambar: www.hippopx.com) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar