Minggu, 16 September 2018

Se(kotak)kapur Sirih: Boleh Baca, Copas Jangan~

Halo pembaca yang 'nggak sengaja' mampir! Hehe nggak deng. Terima kasih sudah mau mampir di blog yang sederhana ini :)

Blog ini memang sedang berusaha untuk dihidupkan kembali. Nantinya, bukan hanya berisi puisi-puisi, tapi juga akan berisi opini, resensi, atau ulasan tentang apapun.

Kalian boleh baca dan mencari inspirasi di sini sepuasnya. Mau baca sambil tiduran, duduk, atau duduk di tempat tidur boleh. Tapi, mengkopi ya jangan dong. He he he
Saling meghargai, ya!

Aku nggak tau, tapi Tuhan tau. Kalo masih percaya Tuhan. #eh

Walau pun kata Chairil Anwar (kalo nggak salah, berarti bener), puisi yang sudah beredar di khalayak adalah milik khalayak. Mungkin berlaku juga ke tulisan yang lain, apalagi udah diposting di internet.
Cuma, adab harus kita junjung tinggi!

Cihuy, baiklah, selamat mengarungi dan mencari inspirasi~

Tabik!


(Sumber gambar: koleksi pribadi)

Tuhan









…… tolong aku


-Raira, 1 Oktober 2015

Selamat Datang Musim Semi


Detik terus berlari
dan menit mengejar detik
dan jam mengejar menit
Sesaat aku menoleh
tapi waktu sudah berlari meninggalkanku

Ini masih tentang kemarin
saat senja sudah berpaling
saat aku melukis mentari
pada lensa jendelamu

Aku sudah bisa menanggalkan jubah musim dinginku
dan meninggalkan sekantung air mata
pada sudut tergelap harapku

Ini sudah saatnya musim semi, ujar hirosa
tangannya dengan lihai mengusap udaraku
gugup menyelimutiku
tapi aku tahu, aku sudah tak lagi menunggu waktu
karena musim semi sudah tiba
sejak pertama kali aku terjaga


Sampai selesai kutulis sajak ini
waktu masih terus meninggalkanku
bersama bunga-bunga
yang terus memunculkan kuncup-kuncup
yang menyala

-Raira, 10 Juli 2015


(Sumber gambar: www.hippopx.com)

Sajak Permainan

Jutaan kilowaktu per memori
secepat itu ketika kilas balik tentangmu datang
pada undangan jamuan makan malam
dalam benakku
meski dalam realita hadirmu tak ubahnya seperti
rembulan di siang hari

Kita pernah berada
pada sebuah permainan dalam abu-abu
meski aku harus kalah, namun sudah sewajarnya
karena tak harus menang untuk bahagia
Bukankah kebahagiaan menjadi yang utama dalam sebuah permainan?
--- terima kasih telah menyempatkan diri untuk bermain bersamaku

Malam ini,
aku tak ragu lagi untuk meletakkan titik
pada kalimat terakhir epilog senja yang mendung
aku takkan lagi mengusik rindumu akan hujan di bulan Juni,
atau memintamu untuk meminjamkan lensa jendelamu
ini sudah usai
Sebab
aku tahu kau sudah merasa cukup
Namun mengapa kau sendiri masih terus mencari?
--- itu mencipta luka, itu mempermainkan namanya

bila kau ingin mengusik tanya
temui saja semesta
yang sudah menjadi serpihan-serpihan
di pojok waktu yang kian menyempit

-Raira, 27 Oktober 2015) 


(Sumber gambar: www.hippopx.com)

Ode untuk Senja yang Terus Bercahaya


Hanya kata
yang menjembatani waktu
kita sendiri tak menyadari
sudah sejauh mana kita melangkah pada jembatan itu
hingga ada di antara kita yang berhenti, dan yang lainnya mengikuti
untuk menatap langit, mengukur dalam benak
sudah berapa jengkal waktu yang telah ditapaki

Aku tahu, kini aku tak hanya sekedar mengetuk-ngetuk pintumu
lalu memintamu untuk membukakannya dan mempersilakanku untuk masuk
tak sesederhana itu
karena maksudku bukan hanya untuk duduk,
menyeruput secangkir teh, bertanya kabar untuk berbasa basi,
kemudian lekas pulang ke rumah


Sudah sewajarnya semesta berhenti berdetak
kala bayangmu melintasi bintang-bintang yang membentuk sebuah rasi
dalam Bimasaktiku
seperti sewajarnya bumi meminta hujan pada langit
karena mawar enggan tumbuh di tanah yang tandus
sewajarnya aku berharap hari menjadi cerah
setelah hujan turun
sewajarnya pelangi terbit
selepas hujan menari, meliuk bersama semilir angin

-Raira, 30 September 2015

 
(Sumber gambar: www.hippopx.com)