Sabtu, 03 Maret 2018

Namun,





Aku yang haus
namun, aku lebih senang meminum kenangan
dan kau yang terduduk diam memandangku iba
di sudut lingkaran matamu

Aku yang haus
namun, kau beri sebuah kecupan di dalam gelas
yang katanya kenang-kenangan
untuk kuminum besok pagi

Aku yang haus
namun, sudah habis seluruh kenangan
juga kecupan

(Raira, 27 November 2016)

Sajak untuk Ibunda



 Pagi adalah jiwanya
jiwanya adalah hangat
kehangatan adalah kebahagiaan
kasih sayangnya tak mengenal senja

Perjumpaannya dengan waktu
meninggalkan bekas air mata
di pipinya
meski bahagia hanya mampir sebentar-sebentar saja
sekedar menyapa, katanya
tapi bibirnya tak pernah meninggalkan Tuhan

Malaikat itu tak bersayap
pula tak memakai gaun putih yang menjuntai
hingga menyapu jalan setapak
ia begitu sederhana
dengan cinta yang terus mengalir sampai entah
memang benar kata orang

(Jakarta, 23 Agustus 2016)

Sajak Ulang Tahun (3)



Lagi
kutemui arus waktu
yang tinggal di tepi sungai
selalu saja,
ia duduk pada menit yang sama
dan menyantap perlahan semangkuk detik yang sama
yang masih mengepulkan asap tiap aku menjenguknya
“Apa kau juga lapar?” tanyanya padaku dengan senyum yang indah
“Terima kasih, tapi aku manusia..”
Senyum itu masih di sana, tak beranjak sedikit pun
Tak terasa, mentari sudah nampak mengantar pagi
waktu akan kembali menjaganya
sama seperti sebelumnya, seperti biasanya
Tapi hari ini waktu menjaganya dengan senyuman yang indah
Aku terpana
: itu pagi keempat bulan Februari

(Raira, 3 Februari 2016)